Ketentuan pajak telah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah dan itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara yang baik untuk taat membayar pajak. Ada banyak jenis pasal pajak yang ditetapkan oleh pemerintah kepada warna negara dari penghasilan perseorangan ataupun perusahaan, termasuk pajak yang tercantum dalam Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh 23).
PPh sendiri ialah undang-undang tentang perpajakan yang diatur dan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu, PPh Pasal 21, 22, 23, 24, dan 25. Namun, kali ini kita akan membahas lebih mengenai PPh 23.
PPh 23 pada umumnya terjadi disaat adanya transaksi antara penerima penghasilan dan pemberi penghasilan. Pihak pemberi akan memotong dan melaporkan ke kantor pajak. Pemerintah juga telah menambahkan menjadi 62 jenis jasa lainnya yang sebut dalam Peraturan Mentri Keuangan (PMK) No. 141/PMK/03/2015.
Pengertian PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 atau PPh 23 merupakan pajak yang didapatkan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, bunga atau juga suatu penghargaan, selain dari potongan pada pasal PPH Pasal 21.
Subjek pajak ini berlaku pada wajib pajak pribadi juga pada Badan Usaha Tetap atau BUT. BUT merupakan usaha milik pribadi yang lokasinya tidak di Indonesia atau badan yang melakukan kegiatan di Indonesia atau pun usaha yang berada di Indonesia dengan jangka waktu tidak melebihi dari 183 hari atau dalam 12 bulan.
Pemotongan PPh 23
Pemotongan pajak dilakukan kepada badan pemerintahan, BUT, perwakilan usaha luar negeri, penyelenggara kegiatan, dan juga orang pribadi yang telah ditujukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berdasarkan KEP-50/PJ/1994 yang berbunyi:
- Akuntan, dokter, arsitek, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali, camar, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan secara bebas.
- Orang pribadi yang melakukan usaha pembukuan atas pembayaran sewa.
- Orang pribadi yang melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas sewa selain tanah dan bangunan saja.
Tarif yang berlaku
Tarif pada pasal ini terbagi menjadi 2, yaitu tarif 2% dan tarif 15% bergantung pada nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto wajib pajak. Jumlah bruto merupakan jumlah dari keseluruhan penghasilan yang telah disediakan guna dibayarkan dari pihak pembayar, untuk pihak yang menerima penghasilan atau yang telah jatuh tempo dengan pemotongan pajak. Ini tidak diberlakukan pada jasa yang bersifat final seperti reimbursement, jasa catering, jasa pada pihak ketiga, ataupun hasil dari penggadaian barang atau material.
Pajak dengan tarif 2% dikenakan pada penghasilan jasa dan sewa yang termasuk jasa manajmen, konstruksi, teknik, konsultan dan jasa lainnya yang dijelaskan didalam PMK No. 141/PMK/03/2015 yang berlaku pada Agustus 2015.
Sedangkan, pajak dengan tarif 15% dikenakan bagi para penghasil dividen, bunga, hadiah atau royalti, Untuk wajib pajak yang tidak mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tarif yang dipotong akan 100% lebih besar dari pada yang tercantum dalam pasal.
Pembayaran PPh Pasal 23
Pembayaran dapat dilakukan oleh pihak pemotong dan menyetor pajak pada Bank Persepsi seperti ATM, tellerbank, fiture bayar pajak online, dsb) yang telah disetujui oleh Kementrian Keuangan. Perlu diperhatikan bahwa jatuh tempo pembayaran pajak yaitu tanggal 10 atau sebulan setelah bulan terutang pada penghasilan 23. Namun, wajib pajak wajib membuat ID Billing melalui aplikasi Online Pajak sebelum melakukan pembayaran.
Pengecualian PPh 23
Terdapat beberapa halyang yang menjadi pengecualian, yaitu:
- Penghasilan yang memiliki hutang di bank.
- Sewa yang terutang dikarenakan sewa yang digunakan dengan hak opsi.
- Dividen yang didapatkan Perseroan Terbatas (PT) yang berlokasi di Indonesia dan berasal dari cadangan laba yang termasuk sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi maupun BUMN/BUMD.
- SHU koperasi yang telah dibayarkan koperasi kepada seluruh anggota.
- Penghasilan yang terutang kepada Badan Usaha (BU) dikarenakan jasa keuangan, guna penyalur pembiayaan.
Bukti Potong Pajak Pengasilan
Sebagai bukti pembayaran pajak PPh 23, pihak pemotong wajib memberi bukti potong (rangkap ke-1) yang diisi oleh pihak yang dikenakan pajak dan bukti potong (rangkap ke-2) untuk pihak yang melakukan e-filling pembayaran pajak melalui applikasi Online Pajak.
Pelaporan PPh 23
Saat ini, berdasarkan KEP-368/PJ/2020, Wajib Pajak (WP) memiliki kewajiban untuk membuat bukti potong dan melaporkannya dengan mengisi SPT PPh Pasal 23/26 secara online melalui e-Bupot DJP Online dengan jatuh tempo pelaporan yaitu pada 20 bulan berikutnya atau sebulan setelah bulan terutang penghasilan 23.
Apabila sebelumnya pembayaran pajak dan laporan dilakukan dengan terpisah, kini, dengan bantuan DJP Online, melakukan pembayaran dan laporan pasal menjadi lebih cepat, mudah, dan terintegrasi.
Penting bagi wajib pajak untuk mengetahui PPh 23. Karena ini berlaku sebagai penyedia jasa atau pembeli jasa. Semoga informasi diatas dapat membantu anda untuk memahami lebih dalam tentang pajak yang berasal dari modal, hadiah, bunga, penyerahan jasa dan sebagainya.